PENYESUAIAN DIRI & KETIDAKMAMPUAN MENYESUAIKAN DIRI



A.     PENYESUAIAN DIRI & KETIDAKMAMPUAN MENYESUAIKAN DIRI
1.           Pengertian
a.      Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Menurut Supriyo (2008: 90) penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya.

Menurut Ali dan Asrori (2005), penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.

Penyesuaian diri adalah suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkingannya atau proses bagaimana individu  mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya (Devina, 2010) .
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.


b.      Ketidakmampuan Penyesuaian Diri
Ketidakmampuan penyesuaian diri adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.

2.           Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Menurut Fatimah (2006) penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu sebagai berikut:
1.      Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima diri demi tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Individu menyatakan sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Pada aspek ini, keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai oleh:
1.        Tidak adanya rasa benci,
2.        Tidak ada keinginan untuk lari dari kenyataan atau tidak percaya pada potensi dirinya.
Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi ditandai oleh:
a.        Kegoncangan emosi
b.       Kecemasan
c.        Ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya sebagai akibat adanya jarak pemisah anatara kemampuan individu dan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya.
2.         Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat individu itu hidup dan berinterakasi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat, sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas secara umum.
Proses yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Setiap kelompok masyarakat atau suku bangsa memiliki sistem nilai dan norma sosial yang berbeda-beda. Dalam proses penyesuaian sosial individu berkenalan dengan nilai dan norma sosial yang berbeda-beda lalu berusaha untuk mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiannya.

3.      Karakteristik
Adapun karakteristik penyesuaian diri, di antaranya:
a.       Penyesuaian diri yang sehat/positif menurut Supriyo (2008: 91), antara lain :
·        Mampu menerima dan memahami diri sebagaimana adanya dan sanggup menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan disamping kelebihannya.
·        Mampu menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara obyektif sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan dan memiliki ketajaman dalam memandang realitas.
·        Mampu bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan obyektif yang ada pada luar dirinya.
·        Memiliki perasaan aman yang memadai. Perasaan aman mengandung arti bahwa orang itu mempunyai harga diri yang mantap, disamping juga perasaan terlindung mengenai keadaaan dirinya pada umumnya
·        Rasa hormat pada sesame manusia dan mampu bertindak toleran
·        Bersikap terbuka dan sanggup menerima umpan balik.
·        Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi, hal tersebut terlihat dalam memelihara tata hubungan denga orang lain.
·        Mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras dengan hak dan kewajibannya. Sikap dan keberadaannya didasarkan atas kesadaran akan kebutuhan norma, dan atas keinsyafan sendiri
b.      Penyesuain diri yang tidak sehat menurut Devina (2010), antara lain:
·        Mudah marah
·        Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
·        Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
·        Bersikap kejam atau senang menggangu orang lain yang usianya lebih muda
·        Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
·        Mempunyai kebiasaan berbohong
·        Hiperaktif
·        Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
·        Senang mengkritik atau mencemooh orang lain
·        Kurang memiliki rasa tanggung jawab
·        Kurang memiliki kesadaran untuk menaati ajaran agama
·        Bersifat pesimis dalam menghadapi kehidupan

4.           Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Individu dalam memberikan penilaian tentang baik buruknya penyesuaian, hendaknya juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penilaian individu tentang hal tersebut. Hal ini penting untuk diketahui agar individu dapat mengurangi salah penafsiran dalam memahami penyesuaian seseorang. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri dapat berasal dari internal maupun eksternal, antara lain (Supriyo, 2008: 92):


a.       Motif berafiliasi
seseorang mempunyai motif berafiliasi yang tinggi, mempunyai dorongan untuk membuat hubungan dengan orang lain, karena ada keinginan untuk disukai, diterima, dan akan selalu berusaha supaya tetap ada.
b.      Konsep diri
Konsep diri merupakan bagaimana seseorang memandang terhadap dirinya sendiri, baik itu mencakup aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek kepribadiannya.
c.       Persepsi
Persepsi adalah pengamatan dan penilaian seseorang terhadap obyek peristiwa dan realitas kehidupan baik itu melalui proses kognisi, maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang obyek tersebut.
d.      Sikap
Sikap berarti kecenderungan seseorang untuk beraksi kea rah hal-hal yang positif atau negative. Selain itu sikap akan sangat dipengaruhi oleh intelegensi dan minat. Intelegensi adalah modal untuk melakukan aktifitas menalar, menganalisis, dan menyimpulkan berdasarkan argumentasi yang obyektif, rasional sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan penyesuaian diri didukung oleh faktor minat, maka proses penyesuaian diri akan berlangsung lebih efektif.
e.       Kepribadian ektrover
Tipe kepribadian ekstriver akan lebih lentur dan dinamis, sehingga akan lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibandingkan kepribadian introvert yang kaku dan statis
f.        Pola asuh
Pola asuh demikratis dengan suasana keluarga yang diliputi keterbukaan lebih memberi peluang bagi anak untuk melakukan penyesuaian diri secara efektif dibandingkan dengan pola asuh keluarga yang otoriter maupun pola asuh yang penuh kebebasan. Demikian juga keluarga yang sehat dan utuh akan lebih memberi pengaruh positif terhadap penyesuaian diri anak dibandingkan dengan keluarga yang retak.
g.       Kondisi sekolah
Kondisi sekolah yang sehat dimana peserta didik betah dan bangga terhadap sekolahnya memberikan dasar bagi peserta didik untuk berperilaku menyesuaiakan diri secara harmonis di masyarakat.
h.       Kelompok sebaya (teman sebaya)
Kelompok sebaya akan menguntungkan apabila kegiatan-kegiatan bersama terarah, terprogram dan dapat dipertanggungjawabkan secara psikologis, sosial, dan moral.

5.           Cara Mencapai Penyesuaian Diri yang Sehat
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang. Peyesuaian diri  akan dapat tercapai, bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam serta orang tersebut mampu menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Di bawah ini ada 3 lingkungan yang dapat membentuk penyesuaian diri individu diantaranya lingkungan keluarga, teman sebaya dan sekolah (dalam http://smileandsprit.blogspot.com/2011/03/penyesuaian-diri-pertumbuhan-personal.html).
a.       Lingkungan Keluarga
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam kenyataannya banyak orang tua yang menyadari hal tersebut namun orang tua terkadang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri dengan berbagai alasan ada yang beralasan mengejar karir, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi agar keluarganya dapat mapan dan amasa depan anak-anaknya terjamin. Namun sayangnya hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di masa yang akan datang.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, salah satunya kemampuan untuk penyusuaian diri terhadap lingkungan baik secara fisiologis maupun psikologis apabila individu di ajarkan dengan baik oleh orang tuanya maka kelak seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan  yang mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
b.      Lingkungan Teman Sebaya 
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan akan membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan apalagi saat individu beranjak remaja dan dengan adanya pertemanan yang erat akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c.       Lingkungan Sekolah 
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik  untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.

6.           Dampak
Akibat yang ditimbulkan apabila individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya menurut Supriyo (2008: 94), di antaranya sebagai berikut:
1)      Kesulitan bergaul, seperti kesulitan bila berkomunikasi dengan orang lain
2)      Minder, yaitu tidak punya keberanian, takut salah jika individu tersebut berkomunikasi dengan oorang lain
3)      Tertutup, jika sudah menjadi minder, maka ia cenderung akan menutup diri, atau tertutup terhadap orang lain
Selain itu dampak lain seperti dikucilkan oleh masyarakat sekitar, karena masyarakat akan menganggap orang tersebut menyimpang dari yang seharusnya ada dalam masyarakat tersebut dimana individu itu tinggal.

B.     INDIVIDU MARGINAL
1.      Pengertian
Menurut Kartono (2009: 48) pribadi marginal adalah seseorang yang dihadapkan pada pilihan-pilihan. Pribadi marginal juga dapa disebut sebagai pribadi tepian atau setengah-setengah. Individu marginal dapat dikatakan sebagai bentuk ketidakmampuan individu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut ini:
a.       Ditolak oleh masyarakat untuk menjalankan peranan-peranan yang sangat didambakannya
b.      Menolak peranan-peranan yang disodorkan oleh masyarakat kepada dirinya atas dasar alasan-alasan subyektif.
c.       Keterbatasan internal dan eksternal terlalu sempit sehingga ia tidak mampu mengadakan adaptasi terhadap sejumlah peranan-peranan spsoa; yang dianggap normal maupun yang abnormal/sosiopatik.

2.      Ciri-Ciri
Adapun ciri-ciri individu marginal berdasarkan pengertian di atas, yaitu:
a.       Memiliki pribadi yang setengah-tengah
b.      Memiliki struktur limitasi/batasan internal dan ekternal yang sempit.

C.     VARIASI PENYESUAIAN DIRI YANG DISEBABKAN OLEH STRUKTUR LIMITASI/BATASAN INTERNAL DAN EKSTERNAL
berikut ini gambaran beberapa variasi adaptasi yang disebabkan oleh struktur limitasi/batasan internal dan eksternal yang bisa dikembangkan oleh seseorang. Lingkaran-lingkaran menggambarkan macam-macam peranan sosial di tengah masyarakat. Peranan-peranan deviasi yang ditolak masyarakat terlukis di sebelah kiri (Sosiopatik). Sedangkan peranan non sosiopatik atau normal terpampang di sebelah kanan. Garis putus-putus mencerminkan limitasi internal, sedangkan garis lurus (tidak putus-putus) menggambarkan batasan eksternal
1.        Pribadi supel atau lentur








Sosiopatik                                           Non sosiopatik
           
Pada gambar ini limitasi internal cukup luas, sehingga individu yang bersangkutan secara potensial mampu mengadakan adaptasi terhadap sejumlah peranan-peranan sosial yang normal maupun abnormal/sosiopatik. Karena individu membatasi pilihan dan peranan sosialnya cocok dengan limitasi eksternal, maka individu tersebut disebut normal.
2.        Pribadi kaku




Sosiopatik                                           Non sosiopatik
Pribadi individu tersebut dianggap kaku, sebab limitasi internalnya berpusat pada satu peranan sosial saja, sehingga dia menjadi sangat diskriminatif dan keras-kaku. Padahal ia bisa saja memainkan peranan sosial lainnya, kalau saja dia menghendaki. Namun ia tetap berkukuh pada satu peranan saja. Sehingga apabila dia dipaksa oleh keadaan harus memainkan pula peranan-peranan sosial lainnya, maka ia akan mengalami maladjustment atau ketidakmampuan menyesuaikan diri, dan banyak didera oleh konflik batin.
3.        Individu Marginal








      Sosiopatik                               non sosiopatik
Individu marginal ini senantiasa terombang-ambingkan oleh satu peranan dan keinginan untuk meninggalkan atau terus melanjutkan satu peranan sosipatik tertentu. Gambar di atas menyatakan adanya satu peranan alternative yang mungkin dilakukan oleh pribadi, yang secara subyektif cocok dengan keinginannya sekaligus juga diizinkan secara ekternal (dimungkinkan oleh norma sosiopatik tertentu).
4.        Pribadi Marginal Total







Sosiopatik                               Non sosiopatik
Pribadi marginal total adalah orang yang tidak menampilkan titik persinggungan sama sekali antara limitasi internal dengan limitasi eksternal. Individu seperti ini mengalami keterbelahan psikis yang cukup parah.
D.    UPAYA KONSELOR UNTUK MENGATASI DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Menurut Supriyo (2008: 94) untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul dalam penyesuaian diri dapat ditempuh melalui :
1.      Tindakan preventif, merupakan segala tindakan yang bertujuan mencegah timbulnya perilaku salah suai. Upaya pencegahan yang umum meliputi (a) upaya mengenal dan mengetahui ciri khas peserta didik, (3) mengetahui dan memahami jenis kesulitan yang umumnya dialami oleh peserta didik, (3) upaya pembinaan peserta didik.
2.      Upaya pencegahan khusus adalah dalam bentuk bimbingan mental meliputi : (a) tindakan reprersif, apabila perilaku salah suai sudah melewati batas toleransi norma sosial dan moral, maka upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan tindakan represif berupa pemberian hukuman, (b) tindakan kuratif dan rehabilitatif, tindakan ini dilakukan oleh siswa yang berperilaku salah suai dalam tingkat yang berat dan oleh karenanya dianggap perlu adanya pengubahan perilaku melalui re-edukasi. Re-edukasi diselenggarakan melalui pembinaan khusus dengan melibatkan lembaga atau ahli lain di bidang psikologi.













BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dari pembahasan di atas, bahwa penyesuaian diri merupakan proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya. Sedangkan ketidakmampuan menyesuaikan diri berarti individu tidak dapat menyesuaikan diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia tinggal
Individu/pribadi marginal adalah seseorang yang dihadapkan pada pilihan-pilihan. Ketidakmampuan penyesuaian diri pada individu marginal disebabkan karena individu marginal senantiasa masih bingung akan tetap melakukan peranan sesuai dengan tuntutan dirinya atau berubah haluan melakukan peranan sesuai dengan tuntutan lingkungannya.














DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. & Asrori, M. 2005. Psikologi Remaja Perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksara

Bintang, Apriansyah. 2011. Pendidikan dan Penyesuaian Diri. http://serbaserbipendidikan.wordpress.com/2011/05/24/pendidikan-dan-penyesuaian-diri/. Diunduh tanggal 10 Oktober 2011.

Devina, Sarah. 2010. Penyesuaian Diri. http://sarahdevina.wordpress.com/2010/06/04/penyesuaian-diri/. Diunduh tanggal 10 Oktober 2011.

Fatimah, N. 2006. Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka Setia

Kartono, Kartini. 2009. Patologi Sosial Jilid I. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Supriyo. 2008. Studi Kasus Bimbingan dan Konseling. Semarang: Nieuw Setapak.

____________. 2011. Penyesuaian Diri.  http://smileandsprit.blogspot.com/2011/03/penyesuaian-diri-pertumbuhan-personal.html. Diunduh tanggal 12 Oktober 2011.

Posting Komentar

0 Komentar