A. Pengertian Asertif Training (Latihan Ketegasan)
Asertivitas merupakan suatu kemampuan
untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada
orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang
lain. Latihan asertif merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada
individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya,
terlalu lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan
amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung (lutfifauzan).
Corey (1995: 87) menyatakan bahwa
asumsi dasar dari pelatihan asertifitas adalah bahwa setiap orang mempunyai hak
untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya
terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang
tersebut. Teknik ini digunakan untuk melatih
klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah
layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu
individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan
menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang
digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor.
Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
B.
Jenis perilaku asertif
Ada tiga katagori perilaku asertif
1. Asertif penolakan
Ditandai oleh ucapan
memperhalus seperti : maaf.
2. Asertif pujian
Ditandai oleh
kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif seperti menghargai, menyukai,
mencintai, mengagumi, memuji dan bersyukur.
3. Asertif permintaan
Terjadi jika
seseorang meminta oranglain melakukan sesuatu yang memungkinkan kebutuhan atau
tujuan seseorang tercapai, tanpa tekanan atau paksaan.
C.
Tujuan Asertif Training
Tujuan dari asertif training, yaitu:
1. Mengajarkan individu untuk menyatakan
diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan
hak-hak orang lain.
2. Meningkatkan keterampilan behavioralnya
sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu
berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak
3. Mengajarkan pada individu untuk
mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya
terhadap perasaan dan hak orang lain
4. Meningkatkan kemampuan individu untuk
menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalm berbagai situasi social
5. Menghindari kesalah pahaman dari pihak
lawan komunikasi
D.
Manfaat Asertif Training
Manfaat dari teknik Asertif Training, yaitu:
1. Melatih individu yang tidak dapat
menyatakan kemarahan dan kejengkelan
2. Melatih individu yang mempunyai
kesulitan untuk berkata tidak dan yang membiarkan orang lain memanfaatkannya
3. Melatih individu yang merasa bahwa
dirinya tidak memiliki hak untuk menyatakan pikiran, kepercayaan, dan
perasaan-perasaannya
4. Melatih individu yang sulit
mengungkapkan rasa kasih dan respon-repon positif yang lain
5. Meningkatkan
penghargaan terhadap diri sendir
6. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain
7. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan
8. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik,
kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit
E.
Prosedur Asertif Training
Prosedur dasar dalam pelatihan asertif
menyerupai beberapa pendekatan perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini
mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian, sebagaimana diuraikan Osipow
dalam A Survey of Counseling Methode (1984):
1. Menentukan kesulitan konseli dalam
bersikap asertif
Dengan
penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan pada
konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan temannya untuk bermain
voli setiap minggu pagi padahal ia lebih menyukai berenang, hal itu karena
konseli sungkan, khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia selalu
menuruti ajakan temannya.
2. Mengidentifikasi perilaku yang
diinginkan oleh klien dan harapan-harapannya.
Diungkapkan perilaku/sikap yang diinginkan konseli sehubungan
dengan permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan yang diinginkannya.
3. Menentukan perilaku akhir yang
diperlukan dan yang tidak diperlukan.
Dengan kata lain, konselor dapat
menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan masalahnya
dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi
pendukung ketidakasertifannya. Contoh: Dengan mempelajari secara mendetail
kasus yang dialami konselinya, konselor menarik kesimpulan awal bahwa, konseli
tidak perlu menuruti terus ajakan temannya yang sebenarnya tidak ia sukai.
Perilaku yang ia perlukan adalah menolak dengan jujur, tegas dan sopan ajakan
temannya tersebut.
4. Membantu klien untuk membedakan
perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan
masalahnya.
Setelah konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak
dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa yang seharusnya dilakukan
dan dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan
memperkuat penjelasannya.
5. Mengungkapkan ide-ide yang tidak
rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang ada difikiran konseli.
Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang
menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang mendukung timbulnya
masalah tersebut.
6. Menentukan respon-respon asertif/sikap
yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh).
7. Mengadakan pelatihan perilaku asertif
dan mengulang-ulangnya.
Konselor memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang
diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.
8. Melanjutkan latihan perilaku asertif
9. Memberikan tugas kepada konseli secara
bertahap untuk melancarkan perilaku asertif yang dimaksud.
Untuk kelancaran dan kesuksesan
latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di
rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.
10. Memberikan penguatan terhadap tingkah
laku yang diinginkan.
Penguatan dibutuhkan untuk
meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap tegas terhadap permintaan orang
lain padanya, sehingga orang lain tidak mengambil mafaat dari kita secara
bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat menerapkan apa yang
telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.
Ada empat kategori yang dikelompokkan
dalam perilaku asertif (Walker,1996):
1. Kemampuan untuk berinisiasi dengan
memulai percakapan, menyambung dan menghentikan percakapan
2. Berani berkata “tidak”
3. Mengajukan suatu pertanyaan dan
keinginan
4. Mengekspresikan perasaan suka dan tidak
suka
Karakteristik asssetiveness (social
skills) training, yaitu:
1. Cocok untuk individu yang memiliki kebiasaan respon – cemas
(anxiety-response) dalam hubungan interpersonal, yang tidak adaptif, sehingga
menghambat untuk mengekspresikan perasaan dan tindakan yang tegas dan tepat.
2. Latihan asertif terdiri dari 3
komponen, yaitu : Role Playing, Modeling, Social Reward & Coaching
3. Dalam situasi social dan interpersonal,
muncul kecemasan dalam diri individu, seperti:
a. Merasa tidak pantas dalam pergaulan
social
b. Takut untuk ditinggalkan
c. Kesulitan mengekspresikan perasaan
cinta dan afeksinya terhadap orang-orang disekitarnya.
Ciri dari individu yang Asertif yaitu:
1. Mampu mengekspresikan pikiran,
perasaan, dan kebutuhan dirinya, baik secara verbal maupun non verbal secara
bebas, tanpa perasaan takut, cemas, dan khawatir.
2. Mampu menyatakan “tidak” pada hal-hal
yang memang dianggap tidak sesuai dengan kata hati atau nuraninya.
3. Mampu menolak permintaan yang dianggap tidak
masuk akal, berbahaya, negatif, tidak diinginkan, atau dapat merugikan orang
lain.
4. Mampu untuk berkomunikasi secara
terbuka, langsung, jujur, terus terang sebagaimana mestinya.
5. Mampu menyatakan perasaannya secara
jelas, tegas, jujur, apa adanya, dan sopan.
6. Mampu untuk meminta tolong pada orang
lain pada saat kita memang membutuhkan pertolongan.
7. Mampu mengekspresikan kemarahan,
ketidaksetujuan, perbedaan pandangan secara proporsional.
8. Tidak mudah tersingung, sensitif, dan
emosional.
9. Terbuka untuk ruang kritik.
10. Mudah berkomunikasi, hangat, dan
menjalin hubungan sosial dengan baik.
11. Mampu memberikan pandangan secara
terbuka terhadap hal-hal yang tidak sepaham.
12. Mampu meminta bantuan, pendapat, atau
pandangan orang lain ketika sedang menghadapi masalah.
Ada dua prinsip pokok dari Pelatihan asertif, yaitu:
1. Prinsip larangan yang berbalasan,
sebagaimana yang dikemukakan Wolpe (1969), memandang bahwa pelatihan asertif
sebagai suatu kejadian special dari larangan yang berbalasan. Prinsip ini
mengusulkan bahwa rangsangan yang nyata akan menimbulkan suatu respon kecemasan
dan respon kecemasan tersebut tidak dapat dielakkan.
2. I’m OK – You’re OK, kita dengan bebas
melaupakan perasaan apapun yan kita rasakan, dan kita sendirilah yang
bertanggung jawab terhadap perasaan kita. Kita tidak akan membiarkan orang lain
mengambil manfaat dai kita dengan bebas, tetapi orang lain pun mempunyai
kebebasan untuk mengungkap apa yang dirasakan. Kita tidak akan menyerang orang
lain, bahkan akan menerima kehadiran orang lain dengan sikap terbuka. Ini
adalah pengungkapan perasaan secara asertif. (Sawitri Supardi dalam Kompas
Cybermedia)
F.
Kelebihan dan Kekurangan
1.
Kelebihan pelatihan asertif ini akan tampak pada:
a.
Pelaksanaannya
yang cukup sederhana,
b.
Penerapannya
dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti relaksasi, ketika individu
lelah dan jenuh dalam berlatiih, kita dapat melakukan relaksasi supaya
menyegarkan individu itu kembali. Pelatihannya juga bisa menerapkan teknik
modeling, misalnya konselor mencontohkan sikap asertif langsung dihadapan
konseli. Selain itu juga dapat dilaksanakan melalui kursi kosong, misalnya
setelah konseli mengangankan tentang apa yang hendak diutarakan, ia langsung
mengutarakannya di depan kursi yang seolah-olah dikursi itu ada orang yang
dimaksud oleh konseli.
c.
Pelatihan
ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung melalui perasaan dan
sikapnya.
d.
Disamping
dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan dalam kelompok.
Melalui latihan-latihan tersebut individu diharapkan mampu menghilangkan
kecemasan-kecemasan yang ada pada dirinya, mampu berfikir relistis terhadap
konsekuensi atas keputusan yang diambilnya serta yang paling penting adalah
menerapkannya dalam kehidupan ataupun situasi yang nyata.
2.
Kelemahan,
pelatihan asertif ini akan tampak pada,
a.
Meskipun
sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga tergantung dari
kemampuan individu itu sendiri
b.
Bagi
konselor yang kurang dapat mengkombinasikannya dengan teknik lainnya, pelatihan
asertif ini kurang dapat berjalan dengan baik atau bahkan akan membuat jenuh
dan bosan konseli/peserta, atau juga membutuhkan waktu yang cukup lama.
Daftar Pustaka
Corey, Gerald. 2007. Teori
dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:PT Refika Aditama.
http://lutfifauzan.wordpress.com/2010/01/12/makalah-konseptual-assertive-training/ diunduh pada 21 Oktober 2011.
misscounseling.blogspot.com/.../tehnik-konseling-asertif-training.html/ diunduh pada 21 Oktober 2011..
http://eko13.wordpress.com/2011/04/14/teknik-konseling-behavorial/
diunduh pada 21 Oktober
2011.
http://setyafi.multiply.com/journal/item/11/Assertive_Training/
diunduh pada 21 Oktober
2011.
4 Komentar
pak mau tanya perilaku negatif apa saja yang bisa di atasi dengan perilaku asertif
BalasHapusperilaku pasif dalam mengemukakan pendapat bisa diatasi dengan latihan asertif.
HapusSelamat siang, mau bertanya Bagaimana langkah2 ataupun apa saja materi yang dapat disampaikan kepada peserta pelatihan?
BalasHapusSelamat siang, di makalah sudah ada prosedur untuk berprilaku asertif..
BalasHapus