A. Konsep Gangguan Psikis
1.
Pemahaman Mengenai Manusia dan Kehidupan
Psikis
Apa
yang terkandung dalam pribadi manusia, sejatinya bisa dipahami lewat pengamatan
terhadap pikiran, perasaan dan kemauan dan isu-isi ketidaksadarannya. Isi-isi kejiwaan
dapat disebut subyektif maupun obyektif. Isi kejiwaan tersebut disebut obyektif
jika peristiwa itu benar-benar ada, bisa dijelaskan, dapat dikontrol
kebenarannya melalui bukti yang nyata.
Apabila
suatu isi psikis itu sesuai dengan pendapat sendiri, tidak bisa dikontrol dan
dibuktikan menurut selera sendiri, disebut subyektif. Berbagai isi kejiwaan
subyektif tersebut memiliki sifat yang ”mengganggu” .
Gangguan-gangguan
psikis itu hampir-hampir tidak pernah muncul disebabkan oleh satu faktor saja,
akan tetapi selalu diakibatkan oleh satu rentetan kompleks faktor penyebab,
yaitu oleh faktor organis atau somatis, faktor psikis dan struktur kepribadian,
serta lingkungan atau sosial.
a.
Gejala ojektif dan subjektif
Studi
mengenai hakikat manusia itu bisa berlangsung melalui pemahaman manusia itu
sendiri. Maka minat terhadap perasaan, pikiran, dan tingkah laku sesama
manusia, juga pemahaman tentang gejolak-gejolak yang berlangsung dalam
ketidaksadaran dalam wilayah-wilayah psikis yang tersembunyi bisa memberikan
wawasan kepada kita yaitu:
Pertama,
wawasan yang manuasiawi tentang kehidupan manusia dengan segi-segi kekuatan dan
kelemahannya.
Kedua,
mendapatkan wawasan tentang kehidupan batiniah atau kehidupan psikis sendiri,
sehingga bisa dijadikan pelajaran untuk proses pembentukan watak dan
kepribadian sendiri.
gejala-gejala psikis yang akan kita pelajari itu bisa disebut subjektif, namun juga bisa disebut objektif.
gejala-gejala psikis yang akan kita pelajari itu bisa disebut subjektif, namun juga bisa disebut objektif.
b.
Introspeksi, intensionalitas dan
kesadaran refleksif
Bagi
para ahli ilmu jiwa, bereksplorasi dan mengintip di wilayah “kehidupan
batiniah” sendiri itu merupakan aktivitas yang mengasyikkan. Sebab, pekerjaan
introspeksi dengan penghayatan secara sadar terhadap perbuatan sendiri,
tingkah-laku, kehidupan batin, pikiran, perasaan sendiri, keinginan dan segenap
unsur kejiwaan lainnya itu merupakan pemahaman primer untuk studi mengenai
kejiwaan (psikologi). Lagipula, barangsiapa sedikit atau banyak tidak mengenali
kehidupan batiniah sendiri, terutama tidak mengenal perasaan sendiri, orang
sedemikian ini akan sulit sekali memahami orang lain, dan akan sulit sekali
berkomunikasi dengan orang lain.
Studi
intensif mengenai diri sendiri dan kesadaran diri menunjukkan bahwa pengalaman
selalu mengandung tiga aspek, yaitu:
1)
Aspek Kognitif (pengenalan atau gnostis)
Misalnya,
saya melihat ular, saya membayangkan bentuk hantu. Kedua-duanya adalah aspek
kognitif. Pada pengalaman pertama prosesnya berlangsung secara nyata dan jelas.
Sedang pada peristiwa kedua, pengenalan berlangsung samar-samar dan jauh dari
realitas nyata.
2)
Aspek Emosional (afektif, perasaan)
Dalam
hal ini pengenalan selalu disertai perasaan . karena itu pengenalan selalu
berwarnakan emosi-emosi tertentu.
3)
Aspek kemauan (volutif, konatif)
Pada
aspek kemauan ini kita dapati nafsu, hasrat, cinta, gairah, karsa, dambaan,
idaman, usaha, tuntutan.
Pada
setiap intensionalitas atau proses kehidupan psikis manusia selalu terdapat
ketiga aspek tersebut. Pengenalan selalu disertai perasaan dan karsa. Dan tidak
ada nafsu yang tidak disertai pengenalan dan perasaan. Ketiganya selalu
berlangsung bersama-sama ataupun beruntun.
2.
Gangguan-Gangguan Fungsi Psikis
Sebagian besar dari tingkah laku manusia
didorong oleh impuls-impuls dan keinginan-keinginan yang disadari. Namun
disamping itu tidak sedikit perilaku manusia yang disorong oleh proses-proses
psikis yang tidak disadari. Kumpulan unsur-unsur ketidaksadaran ini apabila
bersifat negative, beroperasinya sering mengganggu ketenangan batin, mengganggu
ketenangan jiwa dan integritas kehidupan psikis. Orang lalu menjadi
cemas-takut, bingung, panic, putus asa, dll.
Setiap manusia normal dan sehat pasti
mengalami perasaan-perasaan gelisah dan pedih seperti tersebut di atas. Hanya
saja orang sehat mampu mengatasi semua kesulitan itu. Sedangkan orang yang
sakit secara psikis “tetap berputar-putar”, terus menerus hanyut tenggelam dalam
kesukaran batinnya, dan tidak mampu menemukan jalan keluar.
Gangguan-gangguan
adaptasi-regulasi-integrasi pada fungsi-fungsi psikis itu bisa terjadi pada
setiap orang, dan tidak hanya pada orang yang sakit jiwani saja. Kondisi psikis
pasien penyakit jiwa kurang lebih bisa disamakan dengan dunia pengalaman
sewaktu kita tidur dan bermimpi, yaitu:
a.
Terdapat gambaran-gambaran dan
peristiwa-peristiwa yang kacau balau, tidak runtut, tidak teratur. Semua itu
berbeda dengan runtutan pikiran dan kesadaran yang logis.
b.
Fantasi, perasaan, pikiran, ketakutan,
kecemasan, dan harapan-harapan tampil lebih kuat
c.
Gejala-gejala tersebut berlangsung
secara berkesinambungan, terjadi berulang-ulang kali, atau berlangsung dalam
waktu yang lama.
d.
Terjadi proses “pemalsuan” terhadap diri
sendiri dan lingkungan
Sehubungan dengan uraian di atas, siapa
saja yang dalam waktu pendek bersitegang, mau menang sendiri, dan selalu
membenarkan diri sendiri saja, lalu “memalsu realitas” yang ada, maka perilaku tersebut
tidak ada bedanya dengan tingkah laku orang psikotis dengan penggunaan
mekanisme pembelaan dan pelarian diri yang salah.
Jika upaya pemalsuan itu hanya
berlangsung pendek saja, dan orang yang bersangkutan segera menyadari
sikap-sikapnya yang salah, lalu kembali pada pola-pola yang riil, maka dia
disebut masih tetap sehat. Akan tetapi apabila dia terus-menerus bersitegang
memalsu realitas yang ada, maka dia disebut psikotis atau gila.
B.
Penyebab
Gangguan Psikis
Penyebab gangguan psikis yang dialami
oleh pasien ialah: kompleks dari factor-faktor social, psikis, dan organis yang
beroperasi secara stimulant bersama yaitu bekerjasamanya lingkungan social yang
tidak menguntungkan dan memberikan tekanan yang berat. Ditambah dengan reaksi
pemasakan internal yang keliru; jadi ada mekanisme penyelesaian yang salah,
ditambah lagi dengan kecendrungan organis/jasmaniah yang kurang beres, yang
disebut pula sebagai penyebab konstitusional. Dengan demikian, penyebab
penyakit jiwa dan gangguan psikis itu multikausal,
dengan adanya interaksi dari ketiga factor di atas.
1. Factor
organic atau fisik (jasmaniah)
Penyakit jasmaniah, terutama yang tidak bisa
disembuhkan, yang mengakibatkan kerusakan pada system syaraf otak, pastinya
menimbulkan akibat gangguan-gangguan berupa perubahan karakter, dengan gejala
amnesties, anomaly-anomali/abnormalitas tingkah laku, proses dementia dan
menurun atau hilangnya kesadaran. Banyak penyakit infeksi san pwnyakit
pertukaran zat, yang dibarengi dengan beberapa factor fisik lainnya
mengakibatkan gejala penyakit.
2. Factor
psikis dan struktur kepribadian
Gangguan-gangguan psikis dalam wujud neurosa,
psikosa, dan psikopat itu merupakan ekstremitas
(keterlaluan yang cenderung patologis) dari tempramen-tempramen.
Tempramen adalah konstitusi psikis yang erat berpadu dengan konstitusi
jasmaniah, yang kurang lebih konstan sifatnya, berupa primaritas, sekundaritas,
kepekaan terhadap warna, emosionalitas, aktifitas, ekspansivitas,
sentimentalitas, dan lain-lain. Semua unsure tersebut tidak dapat diubah,
diajarkan, dididik, maupun dipengaruhi, sehingga sifatnya relative konstan.
Pada kepribadian dengan tipe amorf dan apatikus,
gejala-gejala gangguan psikis yang khas nyaris tidak pernah muncul. Sebaliknya,
pada tipe nerveus cemderung menjadi
histeris, neurasthenis dan hipokondris. Kejadian-kejadian tadi disebabkan oleh
sifat tempramen-tempramennya, dengan mekanisme-reaktif dan pemasakan pengalaman
yang “khas salah” dan menjurus patologis. Pada tipe sentimental banyak muncul gejala depresi, melankolis dan
psikhasteni. Tipe sanguinikus banyak
menampilkan gejala-gejala: mania, gembira, dan lepas hati yang sifatnya
patologis. Sedangkan pada tipe gepassioneerd sering kita jumpai gangguan
paranoia.
Pada tipe-tipe yang emosional misalnya pada tipe nerveus dan sentimental, banyak dijumpai varian dengan warna-perasaan yang
buram dan negatif depresif, karena individu sifatnay sangat emosional, namun
tidak aktif. Pada tipe sanguinikus
dan kholerikus, biasanya terdapat
waran-perasaan positif. Selanjutnya eksremitas dari tempramennya bisa
menyebabkan gangguan-gangguan psikis yang mendorong seseorang menjadi criminal.
3. Factor
milieu dan keluarga
Factor social paling utama yang memberikan
pengaruh-pengaruh predisposional psikotis pada anak-anak dan orang muda ialah :
keluarga. Yaitu bentuk keluarga yang sebagai berikut:
a)
Keluarga dengan ayah-ibu yang tidak mampu berfungsi sebagai pendidik, yang defisien sebagai
pendidik.
b)
Tidak
berfungsinya keluarga sebagai lembaga psiko-sosial. Orang tua tidak mampu mengintegrasikan
anaknya dalam keutuhan keluarga; masing-masing tercerai-berai, hidup atomistis
bagai atom yang tercecer. Orang tua tidak mampu menyalurkan impuls anak melalui
kanal penyalur yang wajar, sesuai dengan norma susila. Ketidaksanggupan
keluarga memberikan peranan sisoal dan status social pada anak-anaknya itu
justru memusnahkan harga diri anak; dan anak merasa sangat kecewa serta putus
asa.
Selanjutnya, bentuk keluarga yang memprodusir anak-anak neurotis biasanya memilki
cirri-ciri sebagai berikut:
a)
Dituntutnya kepatuhan total anak.
b)
Dominasi dan kekuasaan mutlak atau sikap
otoriter orangtua.
c)
Pengaruh ayah yang bertentangan dengan
pengaruh ibu.
d)
Pola hidup orangtua yang berantakan.
Perkembangan jiwa yang sehat hanya dapat berlangsung
apabila keluarga dan milieu bisa menyajikan situasi sebagai berikut:
a)
Anak dibiasakan belajar bertanggung
jawab
b)
Orangtua bersikap toleran terhadap
ledakan impuls-impuls dan emosi-emosi anaknya.
c)
Diusahakan adanya proses identifikasi
anak terhadap orangtua yang sifatnya sehat.
d)
Orangtua selalu membimbing dan mendorong
agar anak-anaknya mampu menentukan sikap, membuat rencana hidup serta memiliki
arah dan tujuan finalnya.
e)
Orang tua selalu member contoh sikap
hidup yang baik.
4. Factor
sosio-budaya
Selama masyarakat modern masih dipenuhi oleh
banyaknya ketidakaddilan, kesewenang-wenangan, pemerasan, dan tindak kekerasan,
dan selama orang-orang muda tidak mampu mengembangkan harapan yang memberikan
bobot dan arti dalam hidupnya; selama masih banyak anak-anak dan orang muda
yang dicampakan atau diabaikan secara afektif, maka selama itu akan bertambah
banyak jumlah orang-orang muda yang kebingungan lalu kecanduan obat-obat bius.
Juga semakin banyak yang menjadi neurotis dan psikotis.
Gejala sentral pada masa modern sekarang ini adalah:
hilangnya penguasaan terhadap
konflik-konflik dan kekalutan batin sendiri (hilangnya control diri). Muncul
pula banyak gejala autism (menutup diri) dan egosentrisitas yang ekstrim,
sehingga orang tidak bisa tersentuh sama sekali oleh kehadiran orang lain atau
oleh masalah orang lain. Kekacauan dalam diri sendiri membuat mereka tidak tanggap terhadap keadaan
lingkungannya. Lama kelamaan mereka menjadi neurotis dan psikotis.
C.
Cara
Mengatasi Stres dan Mencapai Jiwa yang Sehat
1.
Pelihara kesehatan kita, sebab kesehatan
yang buruk merupakan stresor. Sakit dan keletihan menyebabkan kita tidak mampu
berpikir dengan baik. Oleh karena itu, makanlah dengan gizi seimbang, olah raga
teratur, istirahat yang cukup, dan pola hidup sehat. Belajar hidup tertib,
teratur, tetapkan tujuan hidup yang dapat kita jangkau, dan berusahalah
mencapainya.
2.
Setiap orang memiliki kekurangan dan
kelemahan, terimalah diri dan lingkungan kita apa adanya, apabila hal itu tidak
dapat diubah. Jauhkan pikiran dan perasaan yang tidak baik tentang orang atau
situasi, hindari menyalahkan orang lain atau situasi, kemudian cari penyebab
pikiran kita yang negatif tersebut dan upayakan mengatasinya.
3.
Bila mengalami stres, lakukanlah
pekerjaan yang disukai. Selain itu, jangan lupa mengurangi ketegangan dengan
latihan relaksasi untuk mengendorkan otot dan membuat tenang.
4.
Belajar dari pengalaman untuk
menyelesaikan masalah. Selain itu, kita memerlukan sahabat untuk mengobrol dan
tertawa bersama, atau bahkan akan menolong kita saat diperlukan.
5.
Tingkatkan iman dan takwa dengan cara
mengikuti kegiatan keagamaan, ibadah bersama, dan selalu mengingat Tuhan dalam
menjalani kehidupan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Studi intensif mengenai diri sendiri dan
kesadaran diri menunjukkan bahwa pengalaman selalu mengandung aspek kognitif,
aspek emosional dan aspek kemauan yang selalu berlangsung bersama-sama ataupun
beruntun.
2.
Gangguan-gangguan
adaptasi-regulasi-integrasi pada fungsi-fungsi psikis itu bisa terjadi pada
setiap orang, dan tidak hanya pada orang yang sakit jiwani saja.
3.
Penyebab gangguan psikis yang dialami
oleh pasien ialah kompleks dari factor-faktor social, psikis, dan organis yang
beroperasi secara stimulant bersama yaitu bekerjasamanya lingkungan social yang
tidak menguntungkan dan memberikan tekanan yang berat. Sehingga penyebab
penyakit jiwa dan gangguan psikis itu multikausal,
dengan adanya interaksi dari ketiga factor tersebut.
4.
Untuk mencapai jiwa yang sehat
diperlukan usaha dan waktu untuk mengembangkan dan membinanya. Jiwa yang sehat
dikembangkan sejak masa bayi hingga dewasa, dalam berbagai tahapan
perkembangan. Pengaruh lingkungan terutama keluarga sangat penting dalam
membina jiwa yang sehat
B. Saran
1. Bagi
Siswa
Agar
terhindar dari gangguan psikis, sebaiknya dilakukan usaha preventif dari siswa.
Seperti menghindari hal-hal yang dapat membuat stress sehingga terhindar resiko
terkena gangguan psikis yang jelas sangat merugikan kehidupan siswa
sehari-hari.
2. Bagi
Orang Tua
Sebaiknya
orang tua selalu mengawasi perilaku anaknya. Dan ikut serta membantu anak agar
terhindar dari resiko terkena gangguan psikis. Orang tua juga sebaiknya member
contoh yang baik bagi anak-anaknya.
3. Bagi
Sekolah
Sebagai
tempat belajar bagi siswa-siswanya, sekolah diharapkan mampu memfasilitasi
kebutuhan siswa yang notabene tidak hanya kebutuhan akademik saja. Sekolah juga
diharapkan mampu mengurangi impuls-impuls yang dapat menyebabkan stress bagi
siswa.
4. Bagi
Konselor
Konselor
diharapkan mampu melakukan upaya preventif agar siswa-siswanya terhindar dari
resiko gangguan psikis. Apabila sudah terlihat ada gejala-gejala gangguan
psikis pada siswa, konselor diharapkan tanggap dan mampu melakukan upaya
penyelesaian masalah bagi siswa. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan
menggunakan layanan-layanan yang ada di dalam Bimbingan dan Konseling.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini. 2010. Patologi Sosial Gangguan- Gangguan Kejiwaan Jilid 3. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
0 Komentar